Detail Artikel

Seri Konglomerat Muslim 1 - Abdurrahman bin Auf: Sosok Kaya dan Dermawan yang Membumi
Dalam sejarah Islam, nama Abdurrahman bin Auf begitu bersinar sebagai salah satu sahabat Rasulullah SAW yang penuh inspirasi. Ia adalah sosok yang kaya raya, tetapi kekayaannya tidak membuatnya lupa akan kewajibannya kepada Allah SWT dan sesama manusia. Sebaliknya, ia adalah bukti hidup bahwa harta bisa menjadi jalan kebaikan yang tak terhingga, jika dimanfaatkan dengan iman dan ketulusan hati.
Kisah Awal Keberkahan Abdurrahman bin Auf
Abdurrahman bin Auf berasal dari suku Quraisy, seorang pedagang ulung yang memiliki keterampilan dan kecerdikan dalam dunia bisnis. Namun, semua keahlian dan usahanya dilandasi oleh keimanan yang kuat. Ketika ia memeluk Islam di usia muda, ia segera menjadi salah satu pendukung utama dakwah Rasulullah SAW. Keislamannya membuatnya rela meninggalkan segala kemewahan di Mekah ketika hijrah ke Madinah. Bahkan, saat tiba di Madinah, ia memulai hidupnya dari nol.
Ketika Rasulullah SAW mempersaudarakan para Muhajirin dengan Anshar, Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi’. Sa’ad, dengan kedermawanannya, menawarkan separuh hartanya dan bahkan istrinya untuk membantu Abdurrahman memulai hidup baru. Namun, Abdurrahman dengan penuh sopan menolak tawaran tersebut dan hanya berkata:
"Tunjukkan padaku di mana pasar."
Dari situlah, Abdurrahman memulai usaha perdagangannya dengan penuh keuletan. Dalam waktu singkat, Allah SWT memberkahinya dengan keberlimpahan rezeki. Ia tidak hanya menjadi kaya, tetapi juga menjadi salah satu sahabat Nabi yang paling dermawan.
Kedermawanan yang Tiada Banding
Abdurrahman bin Auf tidak pernah membiarkan kekayaannya menjadi penghalang untuk berbuat kebaikan. Justru, ia menjadikan hartanya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan membantu sesama. Berikut adalah beberapa contoh kedermawanan Abdurrahman bin Auf yang membuat hati tergetar:
Menyumbangkan Kekayaan untuk Perang Tabuk
Ketika Rasulullah SAW menggalang dana untuk Perang Tabuk, Abdurrahman bin Auf menyumbangkan 200 uqiyah emas (sekitar 6 kilogram emas). Sumbangan ini sangat besar, tetapi ia tetap melakukannya dengan penuh keikhlasan, bahkan tanpa menunda-nunda.
Membebaskan Budak
Abdurrahman bin Auf dikenal sering membebaskan budak-budak yang tertindas. Sejarah mencatat bahwa ia telah membebaskan tidak kurang dari 30 ribu budak sepanjang hidupnya.
Menyediakan Makanan untuk Kaum Muhajirin dan Anshar
Ketika masyarakat Madinah mengalami masa-masa sulit, Abdurrahman sering kali datang dengan membawa makanan, gandum, atau harta lainnya untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan.
Wasiat Dermawan Setelah Meninggal
Abdurrahman bin Auf bahkan memastikan kedermawanannya tetap berlanjut setelah kematiannya. Ia meninggalkan wasiat agar 1/3 dari kekayaannya diberikan untuk amal, termasuk kepada para veteran Perang Badar. Bahkan, istri-istri Nabi SAW mendapatkan bagian khusus dari hartanya sebagai tanda penghormatan dan cinta kepada keluarga Rasulullah.
Berapa Kekayaan Abdurrahman bin Auf Saat Meninggal?
Ketika Abdurrahman bin Auf wafat pada tahun 32 Hijriah, kekayaannya sangat melimpah. Menurut catatan sejarah, ia meninggalkan:
- 1.000 ekor unta
- 100 ekor kuda
- 3.000 ekor kambing
Harta warisannya yang berbentuk uang dinar emas begitu besar, sehingga dibutuhkan waktu berhari-hari untuk membaginya kepada ahli warisnya. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa setiap istri beliau (jumlahnya empat) mendapatkan warisan sebesar 80.000 dinar (setara dengan miliaran rupiah dalam nilai sekarang).
Selain itu, ia juga memiliki lahan-lahan pertanian yang menghasilkan panen luar biasa setiap tahunnya. Namun, yang lebih penting dari semua kekayaan ini adalah keberkahan yang ia sisipkan melalui sedekahnya yang tiada henti.
Pelajaran Berharga dari Kehidupan Abdurrahman bin Auf
Kehidupan Abdurrahman bin Auf adalah teladan sempurna bahwa kekayaan bukanlah hal yang harus dihindari, tetapi justru harus dimanfaatkan sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ia tidak pernah membiarkan hartanya menjadikannya sombong atau lupa diri. Sebaliknya, ia selalu mendahulukan kebutuhan umat dibandingkan keinginannya sendiri.
Baginya, kekayaan hanyalah titipan, dan yang paling bernilai adalah bagaimana ia menggunakannya untuk meraih keridhaan Allah. Dalam kedermawanan Abdurrahman bin Auf, kita menemukan makna sejati dari kesuksesan: bukan seberapa banyak yang kita miliki, tetapi seberapa banyak yang kita beri.
Semoga kisah beliau menjadi inspirasi bagi kita semua untuk menjadikan harta sebagai sarana ibadah dan kebaikan yang terus mengalir, hingga akhirat kelak.